Monday, November 07, 2011

Serigala vs Elang

Ada pertempuran besar yang berkecamuk di dalam diriku.


detail_imgSatu sisi adalah Elang yang terbang tinggi. Semua yang Elang inginkan adalah yang baik, benar, indah, dan menjulang ke atas awan. Meskipun turun ke lembah, ia meletakkan telur-telurnya di atas puncak gunung.

Sisi lain dari diriku adalah serigala yang melolong. Ia seringkali mengamuk. Serigala yang melolong merupakan sifat terburuk yang di dalam diriku. Dia mengambil keuntungan dari kejatuhanku dan membenarkan dirinya dengan kehadirannya di dalam diriku.

Siapa yang memenangkan pertempuran besar ini? Sang Elang ataukah Serigala buas? Tentunya yang menang adalah ia yang aku berikan “makan” setiap hari.

“Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.” (Roma 8:5-6)

“Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.” (Galatia 6:8)

Gajah Besar dan seutas tali

Seorang pria melewati kumpulan gajah, dia tiba-tiba berhenti dan bingung oleh fakta bahwa makhluk-makhluk besar hanya diikat dengan sebuah tali kecil pada kaki depan mereka. Bukan sebuah rantai atau kandang besar. Sudah jelas bahwa gajah-gajah ini bisa kapan saja melepaskan diri dari ikatan mereka, tetapi untuk beberapa alasan mereka tidak melakukan itu. 


Pria tadi melihat seorang pelatih di dekatnya dan bertanya mengapa hewan-hewan ini hanya berdiri di sana dan tidak berusaha untuk menjauh. "Yah," kata pelatih, "ketika mereka sangat muda dan tubuhnya tidak sebesar sekarang, kami menggunakan tali ukuran yang sama untuk mengikat mereka. Pada usia itu, tali itu cukup untuk menahan tubuh mereka. Ketika mereka tumbuh dewasa, mereka dikondisikan untuk percaya bahwa mereka tidak dapat melepaskan diri. Mereka percaya tali masih bisa menahan mereka, sehingga mereka tidak pernah mencoba untuk membebaskan diri. "

Pria itu terkejut. Hewan ini bisa setiap saat membebaskan diri dari ikatan mereka tetapi karena mereka percaya bahwa mereka tidak bisa, mereka terjebak tepat di tempat mereka.

Seperti gajah, berapa banyak dari kita menjalani kehidupan dengan suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa melakukan sesuatu, hanya karena kita gagal sekali sebelumnya?

Kegagalan adalah bagian dari pembelajaran, kita seharusnya tidak pernah menyerah untuk berjuang dalam hidup.

Thursday, August 25, 2011

1 Langkah lagi


detail_img

Hari itu Lisa baru saja pulang dari sekolah. Jarak dari sekolah ke rumahnya hanya sekitar 1 jam dengan berjalan kaki, walaupun sebenarnya ada angkot yang bisa membawanya langsung ke rumah hanya dalam waktu 15 menit.


Tapi memang terkadang Lisa senang untuk berjalan kaki pulang ke rumah. Apalagi kalau sedang memikirkan sesuatu, saat berjalan kaki itulah yang sering dipakainya untuk merenung sekaligus memanjatkan doa di hadapan Tuhan (tentu saja Lisa tidak berjalan sambil memejamkan mata).

Ditambah lagi sebagai anak kost, dengan uang bulanan yang sangat pas-pasan, hari itu memang keuangan Lisa sedang pas-pasan. Jadi mau tak mau Lisa pun memutuskan untuk pulang berjalan kaki. Dalam perjalanan itu, sambil melihat mobil yang lalu-lalang, tanpa terasa setengah jam sudah berlalu. Dan kelelahan mulai mendera diri Lisa.

Ingin rasanya Lisa beristirahat di pinggir jalan sekedar melepas lelah, tapi perutnya ternyata tidak bisa diajak kompromi. Lisa memang belum makan siang hari itu. Jadi serba salahlah waktu itu. Mau beristirahat, perut Lisa kelaparan. Tapi meneruskan langkahpun rasanya kakinya sudah berat sekali. Apalagi jalur jalan kaki dan jalur angkot itu beda, sehingga di jalan yang Lisa lalui tak ada angkot yang bisa dinaikinya untuk bisa sampai langsung ke rumah.

Dalam kelelahannya, Lisa berseru kepada Tuhan, “Tuhan, aku capek! Aku lelah... mana laper lagi...” lalu dengan lembut, Tuhan hanya menjawab, “Anak-Ku, setiap langkahmu itu berarti. Satu langkah yang kamu ambil membuatmu lebih dekat satu langkah dari rumah.”

Lisa pun langsung termenung mendengar suara lembut itu. Benar juga, kalau dia beristirahat sekarang, semakin lama waktu yang dibutuhkannya untuk sampai di rumah. Akhirnya, Lisa pun memutuskan untuk meneruskan langkah walaupun berat. Dan sepertinya, sepanjang sisa perjalanan itu, Tuhan terus menyemangati dirinya dan berkata, “Ayo anak-Ku, satu langkah lagi! Satu langkah lagi!!!” Dengan semangat Lisa pun terus melangkah dan akhirnya bisa tiba di rumah walaupun dengan susah payah.

Kisah ini sederhana namun mengandung makna yamg sangat dalam. Di dalam hidup ini, sepanjang kita mempunyai tujuan, tetaplah bertekad untuk terus melangkah maju apapun yang terjadi. Sesulit apa pun jalan yang harus ditempuh, seberat apapun masalah yang sedang dihadapi, sepanjang kita terus melangkah maju, kita akan selangkah lebih dekat dengan tujuan. Dan kita, KITA TIDAK BOLEH MENYERAH!!!


Sumber : 
Jawaban.Com

BAHAGIA itu adalah sebuah PILIHAN

detail_imgSuatu ketika istri John Maxwell seorang pembicara motivator terkenal, Margaret, sedang menjadi pembicara di salah satu sesi seminar tentang "kebahagiaan". Maxwell sang suami duduk di bangku paling depan dan mendengarkan. Di akhir sesi, semua pengunjung bertepuk tangan dan tiba sesi tanya jawab. Setelah beberapa pertanyaan, seorang ibu mengacungkan tangannya untuk bertanya.


"Mrs. Margaret, apakah suami Anda membuat Anda bahagia?" Seluruh ruangan langsung terdiam. Satu pertanyaan yang bagus. Margaret tampak berpikir beberapa saat dan kemudian menjawab, "Tidak." Seluruh ruangan terkejut. "Tidak," katanya sekali lagi, "John Maxwell tidak bisa membuatku bahagia."

Seisi ruangan langsung menoleh ke arah Maxwell. Maxwell juga menoleh kesana-kemari mencari pintu keluar. Rasanya ia ingin lari dari ruangan itu.

Margaret kemudian melanjutkan, "John Maxwell adalah seorang suami yang sangat baik. Ia tidak pernah berjudi, mabuk-mabukan maupun main serong. Ia setia, selalu memenuhi kebutuhan saya, baik jasmani maupun rohani. Tapi, tetap dia tidak bisa membuat saya bahagia."

Tiba-tiba ada suara bertanya, "Mengapa?" Margaret kemudian menjawab, "Karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang bertanggung jawab atas kebahagiaan saya selain diri saya sendiri."

Margaret dengan jelas mengatakan tidak ada orang lain yang bisa membuat Anda bahagia. Baik itu pasangan hidup Anda, sahabat Anda, uang Anda, hobi Anda, dll. Semua itu tidak bisa membuat Anda bahagia Karena yang bisa membuat diri Anda bahagia adalah diri Anda sendiri. Anda bertanggung jawab atas diri Anda sendiri.

Kalau Anda selalu merasa berkecukupan, tidak pernah punya perasaan minder, selalu percaya diri, Anda tidak akan merasa sedih. Sesungguhnya pola pikir kita yang menentukan apakah kita bahagia atau tidak, bukan faktor luar. Bahagia atau tidaknya hidup Anda bukan ditentukan oleh seberapa kaya diri Anda, seberapa cantik istri Anda atau gagah suami Anda, atau sesukses apa hidup Anda. Bahagia adalah pilihan Anda sendiri.

Sumber : John Maxwell

Monday, June 06, 2011

The ungrateful horse

A cosmic god had a horse. The horse was beautiful and also it had many good qualities. But it wanted to be more perfect in every way. It especially wanted to become beauty unparalleled.

One day the horse said to the cosmic god, “O Lord, you have given me beauty. You have given me other good qualities. I am so grateful to you. But how I wish you could make me more beautiful. I would be extremely, extremely grateful if you could make me more beautiful.”

The cosmic god said, “I am more than ready to make you more beautiful. Tell me in what way you want to be changed.”

The horse said, “It seems to me that I am not well proportioned. My neck is too short. If you can make my neck a little longer, my upper body will be infinitely more beautiful. And if you can make my legs much longer and thinner, then I will look infinitely more beautiful in my lower body.”

The cosmic god said, “Amen!” Then immediately he made a camel appear in place of the horse. The horse was so disheartened that it started to cry, “O Lord, I wanted to become more beautiful. In what way is this kind of outer form more beautiful?”

The cosmic god said, “This is exactly what you asked for. You have become a camel.”

The horse cried, “Oh no, I do not want to become a camel I wish to remain a horse. As a horse, everybody appreciated my good qualities. Nobody will appreciate me as a camel.”

The cosmic god said, “Never try to achieve or receive more than I have given you. If you want to lead a desire-life, then at every moment you will want more and more. But you have no idea what the outcome will be. If you cry for a longer neck and legs, this is what will happen. Each thing in my creation has its own good qualities. The camel is not as beautiful as you are, but it carries heavy loads and has a tremendous sense of responsibility.

Sumber : http://www.inspirationalstories.com/the-ungrateful-horse/

Soichiro Honda - Life is 99% failure


 
 
 Tidak ada manusia super yang dapat menguasai banyak hal dan ahli di banyak bidang. Untuk meraih sukses cukup fokus dan kuasai satu bidang, lalu perbanyak wawasan ribuan bidang lainnya.
(Soichiro Honda)
 
 
 
 
 What is a true winner? We may be very familiar of Honda Motors. They’re everywhere, from cars to motorcycles. But do you know the real story of how challenging it was for Mr. Soichiro Honda to establish Honda Motors? 

Like most other countries, Japan was hit badly by the Great Depression of the 1930s. In 1938, Soichiro Honda was still in school, when he started a little workshop, developing the concept of the piston ring.
His plan was to sell the idea to Toyota. He labored night and day, even slept in the workshop, always believing he could perfect his design and produce a worthy product. He was married by now, and pawned his wife’s jewelry for working capital.

Finally, came the day he completed his piston ring and was able to take a working sample to Toyota, only to be told that the rings did not meet their standards! Soichiro went back to school and suffered ridicule when the engineers laughed at his design.

He refused to give up. Rather than focus on his failure, he continued working towards his goal. Then, after two more years of struggle and redesign, he won a contract with Toyota.

By now, the Japanese government was gearing up for war! With the contract in hand, Soichiro Honda needed to build a factory to supply Toyota, but building materials were in short supply. Still he would not quit! He invented a new concrete-making process that enabled him to build the factory.

With the factory now built, he was ready for production, but the factory was bombed twice and steel became unavailable, too. Was this the end of the road for Honda? No!

He started collecting surplus gasoline cans discarded by US fighters – “Gifts from President Truman,” he called them, which became the new raw materials for his rebuilt manufacturing process. Finally, an earthquake destroyed the factory.

After the war, an extreme gasoline shortage forced people to walk or use bicycles. Honda built a tiny engine and attached it to his bicycle. His neighbors wanted one, and although he tried, materials could not be found and he was unable to supply the demand.

Was he ready to give up now? No! Soichiro Honda wrote to 18,000 bicycles shop owners and, in an inspiring letter, asked them to help him revitalize Japan. 5,000 responded and advanced him what little money they could to build his tiny bicycle engines. Unfortunately, the first models were too bulky to work well, so he continued to develop and adapt, until finally, the small engine ‘The Super Cub’ became a reality and was a success. With success in Japan, Honda began exporting his bicycle engines to Europe and America.

End of story? No! In the 1970s there was another gas shortage, this time in America and automotive fashion turned to small cars. Honda was quick to pick up on the trend. Experts now in small engine design, the company started making tiny cars, smaller than anyone had seen before, and rode another wave of success.
Today, Honda Corporation employs over 100,000 people in the USA and Japan, and is one of the world’s largest automobile companies. Honda succeeded because one man made a truly committed decision, acted upon it, and made adjustments on a continuous basis. Failure was simply not considered a possibility.

Sumber : http://www.inspirationalstories.com/success-is-99-failure-the-story-of-soichiro-honda/

Putuskanlah!!! Jangan hanya berharap.. :)

Ketika menunggu di bandara Portland, Oregon untuk menjemput seorang teman, saya mengalami sebuah pengalaman yang mengubah kehidupan dengan mendengar pembicaraan orang lain – sesuatu yang menyelinap tanpa disengaja. Hal ini terjadi hanya dua meter dari saya.

Saat mencari teman saya di antara kerumunan penumpang yang baru turun dari pesawat, saya melihat seorang pria berjalan ke arah saya dengan membawa dua tas di tangannya. Dia berhenti tepat di samping saya untuk menyapa keluarganya.
Pertama dia menyapa anak laki-lakinya yang paling muda (mungkin sekitar enam tahun) sambil membungkuk menurunkan tasnya. Dia memeluknya cukup lama, sebuah pelukan penuh kasih. Ketika mereka saling menatap, saya mendengar sang ayah berkata, “Sangat senang bisa melihatmu nak. Aku sangat merindukanmu!” Anaknya tersenyum malu-malu, dan menjawab dengan pelan, “Aku juga ayah!”

Kemudian laki-laki itu berdiri, menatap anak laki-lakinya yang tertua (mungkin berumur sekitar 9 atau 10 tahun) dan sambil memegang wajah anaknya dia berkata, “Kamu sekarang sudah jadi seorang pemuda. Aku sangat mencintaimu, Zach!” Mereka berdua berpelukan dengan penuh kasih.

Ketika hal itu terjadi, bayi perempuan yang digendong oleh ibunya menggeliat penuh semangat sambil matanya memandang ayahnya. Pria itu berkata, “Halo gadis kecil!” sambil mengambil anak perempuan itu dari gendongan ibunya. Bayi kecil itu langsung mendekap sang ayah dan menaruh kepalanya di pundaknya, menunjukkan betapa ia merasa sangat nyaman.

Setelah beberapa saat, dia memberikan anak perempuannya pada anak laki-laki tertuanya dan berkata, “Aku menyimpan yang terbaik untuk yang terakhir!” dia kemudian mencium sang istri penuh dengan kemesraan dan kerinduan. Dia menatap mata sang istri beberapa saat dan berkata, “Aku sangat mencintaimu!” Mereka saling menatap dengan senyum kebahagiaan terpancar dari wajah mereka, sambil tangan mereka saling berpegangan.

Hal ini langsung mengingatkan saya pada pasangan baru menikah, tapi saya tahu dengan umur anak-anak mereka saat itu, sangat tidak mungkin. Sejenak saya bingung tentang hal itu lalu menyadari betapa saya terpesona dengan kasih tanpa syarat yang diungkapkan oleh keluarga yang berada dua kaki jauhnya dari saya. Saya kemudian merasa tidak nyaman, seperti saya sedang memasuki privasi orang lainm tetapi saya sendiri takjub saat dengar suara saya sedang bertanya, “Wow! Berapa lama Anda berdua telah menikah?”

“Telah bersama total selama empat belas tahun, dua belas tahun diantaranya kami jalani dalam pernikahan,” jawab pria itu, tanpa melepaskan tatapannya dari wajah istrinya yang cantik.
“Kalau begitu, sudah berapa lama kamu meninggalkan mereka?” tanya saya. Pria itu akhirnya berbalik dan memandang saya, masih dipenuhi dengan senyuman penuh dengan sukacita.
“Dua hari.”
Dua hari? Saya tertegun. Dengan penyambutan seperti itu, saya duga ia telah pergi selama beberapa minggu atau bulan. Saya tahu ekspresi saya tidak bisa menipunya.

Saya berkata dengan pelan, berharap mengakhiri pembicaraan ini dengan sebuah kasih karunia ( dan melanjutkan untuk mencari teman saya), “Saya berharap pernikahan saya akan masih penuh gairah seperti ini setelah dua belas tahun!”
Pria itu kemudian berhenti tersenyum.

Dia menatap langsung ke mata saya, dan dengan keteladanan yang kuat dia berkata pada jiwa saya, dia mengatakan sesuatu yang mengubah diri saya. Dia berkata, “Jangan hanya berharap, teman.. putuskanlah!” Kemudian sebuah senyum yang indah menghias wajahnya dan sambil menjabat tangan saya dia berkata, “Tuhan memberkati!”

Oleh: Michael D. Hargrove dan Underwriters Bottom Line, Inc Hak Cipta 1997

Jika Anda hanya berharap, semua harapan itu tidak akan pernah terwujud. Putuskanlah kehidupan seperti apa yang Anda inginkan, dan wujudkanlah dengan kerja keras setiap hari. Dengan anugrah Tuhan, maka Anda akan menikmati semua harapan itu terwujud. 

Sumber : Inspirationalstories.com